Rabu, 02 Mei 2012

Bukankah bertanya adalah jalan untuk mendapatkan jawaban?

Ada saatnya aku bertanya, seberapa jauhkah batasan cukup? Apa bedanya sabar dengan bodoh? Bagaimanakah caranya berharap tanpa merasa tersakiti?

Aku bertanya kepada diriku sendiri "seberapakah kuatmu?, yang kau lakukan ini, karena kau kuat atau karena hatimu tak kuat?"
Untuk setiap tanya yang aku lontarkan dalam pikiranku, akankah ada jawabannya? Siapakah yang akan menjawab?

Manusia, lebih tepatnya aku, adalah makhluk yang paling takut ditinggalkan. Perasaan ini sudah kurasakan sejak lama namun baru kusadari sekarang. Terkadang perasaan inilah yang mendorong aku melakukan banyak hal, yang menurut orang lain baik dan yang menurut orang lain buruk. Lagi-lagi ini menimbulkan pertanyaan, siapakah aku? orang seperti apakah aku sebenarnya?

Kau tahu, sejauh ini yang aku ketahui pasti tentang diriku adalah aku orang yang akan tiba-tiba menjadi/berusaha/berpura-pura kuat saat orang yang aku sayangi lemah. Jadi ketika aku bersedih pada saat yang bersamaan dengan orang yang aku sayangi, maka aku akan melupakan kesedihanku dan menghiburnya, tak peduli seberapa pedihnya kesedihanku.
Maka ketika yang menyakiti diriku adalah orang yang sangat kusayangi, aku menjadi betul-betul tidak karuan, bingung, disatu sisi aku memikirkan kesedihanku, disisi lain aku memikirkan perasaannya, dan segala hal yang mungkin menyebabkannya melakukan hal tersebut, mengkhawatirkan keadaannya. Namun saat menjelang tidur, maka aku akan terbayang pada kesedihanku sendiri.
Sungguh aku tak mengerti diriku sendiri.

Kembali aku bertanya, sejauh apakah batas bersabar? Kapankah bersabar itu disebut bodoh?

Mungkin akupun harus bersabar pada diriku sendiri, bukankah teman yang paling setia dan loyal selain Dia adalah diriku sendiri :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar